Friday, August 30, 2013

Imunisasi yukkk..

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang amat bermanfaat untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tujuan imunisasi adalah untuk melindungi anak atau individu dari penyakit tertentu, menurunkan angka kejadian penyakit dan pada akhirnya mengeradikasi suatu penyakit. Cacar (variola, smallpox) adalah suatu penyakit yang fatal pada abad ke 19. Berkat program imunisasi yang terus menerus, penyakit ini dapat dieradikasi dan dunia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1979.
Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai ”sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini”. Imunisasi merupakan satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibanding dengan upaya kesehatan lainnya.
Dalam masyarakat, baik di Indonesia maupun di luar negeri, sering kali terdengar pendapat atau persepsi yang keliru tentang imunisasi, di antaranya adalah:
Penyakit telah menghilang sebelum vaksin diperkenalkan, akibat perbaikan sanitasi dan higiene. Dengan demikian, tidak perlu imunisasi.
Pengamatan difteria di Eropa setelah perang dunia ke II menunjukkan penurunan angka kejadian penyakit, sejalan dengan perbaikan sanitasi dan higiene. Namun penurunan penyakit difteria yang permanen baru tampak setelah program imunisasi dijalankan secara luas. Kondisi sosial ekonomi yang membaik mempunyai dampak positif bagi penyakit. Nutrisi yang cukup, penemuan antibiotik, telah meningkatkan angka harapan hidup bagi pasien. Kepadatan penduduk yang berkurang, telah menurunkan penularan penyakit. Angka kelahiran yang menurun juga telah menurunkan jumlah anak yang rentan dan menurunkan penularan dalam dan antar keluarga. Pengamatan angka kejadian penyakit jangka panjang dapat menerangkan dampak imunisasi dalam menurunkan penyakit.
Pengalaman negara maju, seperti Inggris, Swedia dan Jepang, menunjukkan bahwa penghentian program imunisasi pertusis (batuk rejan, batuk 100 hari) karena kekhawatiran terhadap efek samping vaksin, menimbulkan dampak peningkatan penyakit pertusis. Di Inggris, penurunan imunisasi pertusis pada tahun 1974 diikuti oleh epidemi pertusis dengan lebih dari 100.000 kasus dan 36 meninggal pada tahun 1978. Di Jepang pada kurun waktu yang hampir sama, terjadi penurunan cakupan imunisasi pertusis dari 70% menjadi 20%-40%. Hal itu diikuti dengan peningkatan kasus pertusis dari 393 dan tanpa kematian pada tahun 1974 menjadi 13.000 kasus pertusis dan 41 meninggal pada tahun 1979. Di Swedia, angka kejadian pertusis per 100.000 anak umur 0-6 tahun meningkat dari 700 kasus pada tahun 1981 menjadi 3.200 pada tahun 1985.
Untuk penyakit difteria, dapat dikaji data propinsi Ontario, Kanada yang mempunyai data morbiditas, mortalitas dan case fatality rate untuk kurun waktu 1880-1940. Sebelum ditemukan antitoksin difteria, mortalitas difteria melampaui 50 per 100.000 populasi pada masa tersebut. Mortalitas menurun menjadi sekitar 15 per 100.000 pada Perang Dunia I, meski pun angka morbiditas tidak menurun. Setelah penggunaan toksoid difteri secara luas pada akhir tahun 1920, penyakit difteria menurun drastis.
Dari pengalaman tersebut jelas bahwa dampak imunisasi lebih besar daripada perbaikan sanitasi. Penghentian imunisasi akan meningkatkan kembali angka kejadian penyakit. Dengan demikian imunisasi amat penting dan berguna untuk mencegah penyakit.

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang Imunisasi


  1. Tujuan Imunisasi adalah membentuk kekebalan demi mencegah penyakit pada diri sendiri dan orang lain sehingga kejadian penyakit menular menurun dan bahkan dapat menghilang dari muka bumi. Kekebalan dapat disalurkan oleh ibu ke bayi yang dikandung tetapi tidak berlangsung lama, maka kekebalan harus dibentuk melalui pemberian imunisasi pada bayi.
  2. Upaya pencegahan melalui vaksinasi telah dilakukan sejak lima abad yang lalu.
  3. Untuk membuat vaksin yang aman dan berkhasiat jangka panjang, diperlukan suatu rangkaian penelitian yang cukup lama dan berhati-hati. Maka perlu disyukuri bahwa para ahli selalu berusaha mencari vaksin yang terbaik untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
  4. Untuk menjaga mutu, vaksin disimpan dan didistribusikan dalam suhu 2– 8C sebelum digunakan (cold-chain atau rantai dingin). Selanjutnya cara pemberian vaksin yang benar diperlukan untuk mendapatkan kadar kekebalan yang tinggi dalam jangka panjang. Serta mengurangi efek samping.
  5. Berbagai penyakit infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan dapat di cegah dengan pemberian imunisasi.
  6. Saat pemberian imunisasi yang paling tepat adalah sebelum anak terpapar penyakit berbahaya.
  7. untuk mendapat daya kekebalan yang prima, taatilah jadwal imunisasi.

Surat Persetujuan (informed consent)
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa informed consent adalah perse-tujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1 ayat a).
  • Informasi harus diberikan kepada pasien baik diminta ataupun tidak diminta (pasal 4 ayat 1)
  • Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan (pasal 2 ayat 2)
  • Apabila tindakan medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin prakteknya (pasal 13)
Di dalam Permenkes tersebut yang dimaksud dengan tindakan medik adalah tindakan diagnostik atau terapeutik (pasal 1, ayat b), sehingga ada yang berpendapat bahwa imunisasi tidak perlu persetujuan tindakan medis. Namun, di Amerika dan Australia persetujuan tindakan medik sebelum imunisasi dianggap perlu, walaupun tidak harus tertulis. The American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan pemberian (berupa brosur) yang disusun dan disediakan oleh pemerintah bekerjasama dengan AAP dan produsen vaksin. Selain itu AAP menganjurkan agar setiap kali pemberian imunisasi orangtua menandatangani persetujuan tertulis, atau dicatat dalam catatan medik bahwa penjelasan telah dilakukan dan difahami oleh orangtua. 
The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC) juga menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan  tertulis di samping penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar isian (kuesioner) dan keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi dan bahaya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca dan didiskusikan dengan dokter. Tidak ada keharusan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari orangtua, cukup dicatat di dalam catatan medik bahwa orangtua telah diberikan penjelasan. Namun beberapa klinik  meminta persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di sekolah) dilakukan setelah ada persetujuan tertulis dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada persetujuan tertulis pada imunisasi sebelumnya.
Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta kesadaran konsumen tentang hak-haknya, dihimbau kepada anggota IDAI sebelum melakukan imunisasi sebaiknya memberikan penjelasan bahwa imunisasi berguna untuk melindungi anak terhadap bahaya penyakit  mempunyai manfaat lebih besar dibandingkan dengan risiko kejadian ikutan yang dapat ditimbulkannya (sesuai maksud pasal 2 ayat 3 Permenkes 585/1989). Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien (Permenkes 585/1989, pasal 2 ayat 4). Imunisasi yang dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah untuk kepentingan masyarakat banyak (di Posyandu, Puskesmas) tidak diperlukan persetujuan tindakan medik (sesuai Permenkes 585/1989 pasal 14).
    
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Bayi/ Anak Sebelum Imunisasi
Orangtua atau pengantar bayi /  anak dianjurkan dan memberitahukan hal-hal tersebut di bawah ini secara lisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini,
  • - pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat pada imunisasi sebelumnya,
  • - alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin,
  • - sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi atau kemoterapi,
  • - menderita sakit yang menurunkan imunitas (leukimia, kanker, HIV/AIDS),
  • - tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia, kanker, HIV / AIDS),
  • - tinggal serumah dengan oang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas (radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid)
  • - pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin campak, poliomielitis, rubela)
  • - pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau transfusi darah
Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi, terutama pasca vaksinasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24 jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter.
Reaksi KIPI
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan  atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan, mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh , dan akan hilang dalam 1 – 2 hari. Di tempat suntikan kadang-kadang timbul kemerahan, pembekakan, gatal, nyeri selama 1 sampai 2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi keadaan tersebut. Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi umunya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.
BCG
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2-6 minggu setelah imunisasi BCG dapat timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi selama 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat mengkompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak, koreng semakin membesar atau timbul pembesaran kelenjar regional (aksila), orangtua harus membawanya ke dokter.
Hepatitis B
Kejadian ikutan pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 – 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh  mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut menjdai berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.
DPT
Reaksi  yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam tinggi, rewel, di tempat suntikan  timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua / pengaruh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 kg/kgbb setiap 3 – 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua  merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.
DT
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin . Biasanya tidak perlu tindakan khusus.
Polio Oral
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu orangtua / pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.
Campak dan MMR
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5 12 hari setelah penyuntikan, yaitu demam tidak tinggi atau erupsi kulit halus/tipis yang berlangsung kurang dari 48 jam. Pembengkakan kelenjar getah bening di belakang telinga dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam diberikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 – 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika  reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.


Salam,
Abby